Kota Tebing Tinggi yang berjarak ± 80 Km dari Medan berada di jalur jalan nasional menuju Pekan Baru (Riau) dan Padang (Sumatera Barat), telah memiliki berbagai sarana dan prasarana yang cukup memadai. Berbagai kegiatan pelayanan umum di bidang pendidikan, kesehatan, perdagangan, pemukiman dan penyediaan jasa-jasa memberikan peluang kepada dunia usaha dan masyarakat untuk melakukan investasi sesuai dengan pertumbuhan kota. Secara geografis, Kota Tebing Tinggi terletak di antara 3o19’ – 3o21’ LU dan 98o9’ – 98o11’ BT. Batas wilayahnya meliputi PTPN III Kebun Rambutan di sebelah utara, PTPN IV Kebun Pabatu dan Perkebunan Paya Pinang di sebelah selatan, PT. Soefindo Tanah Besi dan PTPN III Kebun Rambutan di sebelah timur, serta PTPN III Kebun Gunung Pamela di sebelah barat, yang kesemuanya berada dalam kawasan Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai Kota Tebing Tinggi terletak di jalan penghubung antara pantai barat dan pantai timur Sumatera Utara, yang dilintasi oleh aliran 4 sungai besar dan kecil. Secara klimatologi, daerah ini beriklim tropis dengan temperatur udara antara 24o – 28o C serta kondisi alam yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan penghujan. Ratarata curah hujan mencapai 1.217mm/tahun dengan kelembaban udara 80% – 90%. Sedangkan secara topografi, Kota Tebing Tinggi pada umumnya mendatar dan bergelombang, dengan ketinggian sekitar 26 – 34 m dpl. Dengan luas wilayah 3.843,8 Ha (38.438 Km2), secara administratif Kota Tebing Tinggi dibagi menjadi 3 kecamatan (Rambuitan, Padang Hulu dan Padang Hilir) dengan 27 kelurahan. Pada tahun 2000, penduduknya mencapai 125.081 jiwa dengan laju pertumbuhan 0,71 % per tahun serta kepadatan rata-rata 3.254 jiwa/Km2. Penduduknya pada umumnya bekerja di sektor perdagangan, angkutan, jasa, industri, pertanian, konstruksi, pertambangan, galian, keuangan, pegawai negeri dan ABRI. Adapun jumlah angkatan kerja pada tahun 2000 mencapai 1.139 orang terdiri dari 348 laki-laki dan 791 perempuan.
Kecamatan di Kota Tebing Tinggi adalah:
- Padang Hilir
- Padang Hulu
- Rambutan
- Tebing Tinggi Kota
- Bajenis
Sejarah Tebing Tinggi
Daratan yang terhampar di sepanjang pinggiran sungai Padang dan sungai Bahilang itu mulai dihuni sebagai tempat tinggal pada tahun 1864. Inilah pernyataan resmi pertama kali yang dibuat oleh sejumlah tokoh masyarakat Kota Tebing Tinggi pada tahun 1987. Pernyataan ini terdapat dalam makalah berjudul “Kertas Kerja Mengenai Pokok-Pokok Pikiran Sekitar Hari Penetapan Berdirinya Kotamadya Daerah Tingkat II Tebing Tinggi.” Makalah ini kemudian dijadikan sebagai Perda yang menetapkan bahwa awal berdirinya Kota Tebing Tinggi adalah 1 Juli 1917.
Dalam makalah itu dipaparkan bagaimana perkembangan daerah ini pasca tahun 1864. Dimana dalam tahun-tahun itu, berdasarkan penuturan lisan yang sambung menyambung, seorang bangsawan dari Wilayah Bandar Simalungun ( sekarang masuk wilayah Pagurawan )bernama Datuk Bandar Kajum bersama pengikut setianya menyusuri sungai Padang untuk mencari hunian baru, hingga kemudian mereka mendarat dan bermukim di sekitar aliran sungai besar itu. Pemukiman itu bernama Kampung Tanjung Marulak – sekarang Kelurahan Tanjung Marulak, Kec. Rambutan.
Namun kehidupan bangsawan dari Bandar ini tidaklah tenteram, karena dia terus saja diburu oleh tentara kerajaan Raya. Maka, Datuk Bandar kajum pun memindahkan pemukimannya ke suatu lokasi yang persis berada di bibir sungai Padang. Pemukiman itu merupakan sebuah tebing yang tinggi. Dia dan para pengikutnya mendirikan hunian di atas tebing yang tinggi itu sembari memagarinya dengan kayu yang kokoh. Pemukiman Datuk Bandar Kajum inilah yang sekarang berlokasi di Kelurahan Tebing Tinggi Lama, Kec. Padang Hilir dan kini menjadi lokasi pemakaman keturunan Datuk Bandar Kajum, kemudian yang diyakini sebagai cikal bakal nama Tebing Tinggi.
Pada masa itu, tentara dari Kerajaan Raya suatu kali kembali menyerang Kampung Tebing Tinggi untuk menangkap Datuk Bandar Kajum, tetapi karena tidak berada di tempat, Datuk Bandar Kajum yang bergelar Datuk Punggawa ini selamat. Sedangkan keluarganya bersama pengikutnya melarikan diri ke Perkebunan Rambutan yang saat itu di bawah kekuasaan Kolonial Belanda. Lalu dibantu oleh Belanda, Datuk Bandar Kajum pun mengadakan serangan balasan terhadap tentara Kerajaan Raya ini. Dalam peperangan itu, dia, bersama pengikutnya berhasil mengalahkan penyerang.
Setelah suasana kembali aman, untuk tetap menjaga ketentraman daerah itu, Datuk Bandar Kajum pun mengadakan perjanjian dengan Belanda. Oleh Belanda daerah kekuasaan Datuk Bandar Kajum ini dilebur menjadi wilayah taklukan Kerajaan Deli. Penanda tanganan perjanjian itu, terang kertas kerja tersebut, dilakukan Datuk Bandar Kajum dan Belanda di sebuah sampan bernama “Sagur” di sekitar muara sungai Bahilang.
Adalah Datuk Idris Hood bersama Adnan Ilyas, Drs. Mulia Sianipar, Amirullah, Kasmiran, Djunjung Siregar, Mangara Sirait, Sjahnan dan OK Siradjoel Abidin yang membuat kertas kerja itu dan berusaha menggali historisitas berdirinya Kota Tebing Tinggi. Namun, sebagian besar tokoh itu sudah wafat, sehingga kalangan generasi muda merasa kesulitan untuk melacak akar historis daerah yang bergelar kota lemang itu. Salah satu di antara tokoh itu yang masih hidup adalah Mangara Sirait, mantan anggota DPRD Tebing Tinggi, yang kini bermukim di belakang LP Tebing Tinggi.
Pertanyaan yang paling mendasar bagi kalangan generasi muda kota itu, saat ini adalah, apa nama daerah hunian dan tempat tinggal di sepanjang aliran sungai Padang dan sungai Bahilang itu sebelum nama ‘Tebing Tinggi’ muncul dalam data sejarah?
“Daerah itu bernama Kerajaan Padang,” tegas Amiruddin Damanik, 91, warga Desa Kuta Baru, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagei, suatu kali ketika penulis berbincang-bincang dengan dia. Jauh sebelum ada kampung Tebing Tinggi, ujarnya memulai cerita, sepanjang aliran sungai Padang dari hulu hingga hilir, daerah itu merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Padang.
Kerajaan ini dulunya merupakan daerah otonom di bawah Kerajaan Deli yang berpusat di Deli Tua, kata Amiruddin Damanik yang merupakan mantan penghulu pada masa penghujung berakhirnya kerajaan itu menjelang kemerdekaan Republik Indonesia. Pusat kerajaan ini, lanjut dia, berada di Kampung Bandar Sakti—sekarang Kelurahan Bandar Sakti, Kecamatan Rambutan—yang merupakan pelabuhan sungai dan menjadi pusat perdagangan Kerajaan Padang dengan kerajaan lain. “Waktu itu sungai merupakan sarana transportasi utama, jadi wajar kalau ibu kota Kerajaan Padang berada di tepian sungai Padang,” terang laki-laki yang terlihat masih memiliki ingatan kuat meski pisiknya sudah sepuh.
Pusat administrasi Kerajaan Padang ini berada di sebuah bangunan bergaya arsitektur Eropah yang saat ini menjadi markas Koramil 013, di Jalan KF Tandean. Bangunan itulah yang jadi saksi bisu keberadaan Kerajaan Padang, kata laki-laki yang memiliki sepuluh anak dan puluhan cucu serta cicit ini. Sedangkan istana raja lokasinya tidak berapa jauh dari pusat administrasi kerajaan. “Seingat saya, dulu istana itu masih ada di belakang panglong, bersisian dengan Jalan Dr. Kumpulan Pane dan masih terlihat dari persimpangan Jalan KF Tandean. Tapi sekarang entah ada lagi entah tidak,” tutur Amiruddin Damanik, yang mengaku sudah belasan tahun tidak ke kota (Tebing Tinggi).
Historis Kerajaan Padang ini, lanjut dia, bisa dilacak juga melalui cerita lisan yang sambung menyambung, bermula dari memerintahnya seorang penguasa bernama Raja Syah Bokar. Bersama raja ini ada juga beberapa pembantu raja yang dikenal cukup berpengaruh masa itu, mereka adalah Panglima Daud berkedudukan sebagai panglima perang dan Orang Kaya Bakir sebagai bendahara kerajaan.
Di bawah pengaruh raja ini, Kerajaan Padang memiliki daerah yang luas terdiri dari puluhan kampung dan dipimpin kepala kampung masing-masing. Tiap-tiap kampung merupakan daerah otonom tetapi tunduk pada kekuasaan raja Kerajaan Padang. Di sebelah utara, Kerajaan Padang berbatasan dengan perkebunan Rambutan yang dikuasai Belanda. Di sebelah selatan Kerajaan Padang memiliki kampung-kampung yang menjadi batas wilayahnya dengan Kerajaan Raya, Simalungun. Kampung itu adalah Huta Padang dan Bartong –saat ini berada di Kec.Sipispis, Kabupaten Serdang Bedagei. Ke arah barat, kerajaan ini mencapai Kampung Pertapaan –sekarang masuk Kec. Dolok Masihul, Sergai. Demikian pula ke arah timur, kerajaan ini memiliki batas hingga ke Bandar Khalifah—sekarang Kec. Bandar Khalifah, Sergai.
Kerajaan Padang masa itu dihuni penduduk dari multi etnis, baik etnis lokal maupun dari mancanegara. Hingga kini bukti-bukti multi etnisitas itu terlihat dari penamaan kampung-kampung yang ada di Kota Tebing Tinggi., seperti, Kampung Jawa, Kampung Begelen, Kampung Rao, Kampung Mandailing, Kampung Tempel, Kampung Batak dan Kampung Keling. Penamaan kampung yang terakhir ini berlokasi di pinggiran sungai Padang –saat ini terletak di Kelurahan Tanjung Marulak—menginformasikan bahwa pada masa Kerajaan Padang wilayah itu sudah di huni salah satu suku bangsa dari anak benua India. Bukti arkeologis keberadaan etnis anak benua India itu dengan pernah ditemukannya bangkai sebuah perahu bergaya Hindu mengendap dari kedalaman sungai Padang di Desa Kuta Baru sekira lima tahun lalu. Namun sayang, bangkai kapal itu hancur karena tidak terawat.
Demikian pula dengan keberadaan etnis Tionghoa telah ada seiring dengan perkembangan hubungan Kerajaan Padang dengan kerajaan lain. Etnis Tionghoa kala itu, banyak menghuni pinggiran muara sungai Bahilang. Kelompok mereka dipimpin seorang kapitan. “Hingga kini kalau saya tidak salah kediaman kapitan Cina iu masih ada di Jalan Iskandar Muda berhadapan dengan bekas bioskop Metro,” tegas orang tua yang enggan di panggil kakek itu.
Di samping kedua etnis ini, orang-orang Belanda juga belakangan menghuni Kerajaan Padang . Ini dibuktikan dengan adanya perkuburan mereka yang disebut Kerkof (kuburan) di Kampung Bagelen –sekarang di Jalan Cemara.
Beberapa kampung yang spesifik dari kegiatan penduduk kala itu juga masih terabadikan hingga kini, misalnya Kampung Bicara, Bandar Sono, Kampung Persiakan, Kampung Durian, Kampung Jati, Kampung Sawo, Kampung Kurnia, Kampung Jeruk, Kampung Semut, Kampung Tambangan, Kampung Sigiling dan Kampung Badak Bejuang serta beberapa kampung lainnya.
Potensi Daerah
Sebagai daerah perkotaan, peruntukan lahan di Tebing Tinggi didominasi oleh pemukiman (53,32%), disusul pertanian (29,66%). Kondisi ini memberikan gambaran besarnya potensi bagi pengembangan perumahan. Namun demikian, daerah ini juga memiliki potensi yang cukup besar di sektor lainnya seperti pertanian, pertambangan, industri dan perdagangan serta pariwisata.
Pertambangan Bahan galian yang ada di Kota Tebing Tinggi adalah bahan galian golongan C berupa pasir yang terdapat di 5 lokasi tangkahan alur Sungai Padang dengan produksi rata-rata 18.980 M3 per tahun. Pemanfaatan yang belum optimal, menjadikan potensi pasir sungai yang tersedia masih cukup besar untuk dikembangkan bagi kebutuhan bahan bangunan dan kebutuhan lainnya.
Industri
Pada tahun 2001, di Kota Tebing Tinggi terdapat 289 perusahaan industri yang terdiri dari 186 perusahaan industri kecil, dan 77 perusahaan industri rumah tangga dan sisanya merupakan industri sedang/besar. Selain industri, terdapat juga 166 unit koperasi dengan 13.417 anggota.
Pariwisata
Sebagaimana diketahui, Kota Tebing Tinggi bukanlah kota pariwisata tetapi merupakan kota lintas wisata. Mengingat hal itu maka sangatlah potensial jika Kota Tebing Tinggi dikembangkan menjadi daerah persinggahan melalui berbagai kegiatan, baik secara langsung maupun tidak langsung yang memiliki nuansa wisata, seperti tersedianya rumah makan, pusat jajanan yang representatif, hotel/losmen, tempat penjualan cenderamata/souvenir dan lain sebagainya. Sarana pariwisata yang ada berupa 4 hotel, 3 losmen, 15 restoran/rumah makan dan 2 tempat rekreasi.
Tempat wisata di Kota Tebing Tinggi belum banyak tergali. Sebagai wilayah bekas Kerajaan Melayu Padang, hingga kini masih berdiri bangunan bekas Istana Kerajaan Padang di Jl. KF Tandean, Bulian. Istana ini masih bertahan walau bukan bahagian utuh lagi. Lokasi Istana yang menuju Pantai Keladi ini, sekarang diurus oleh waris kerajaan dari turunan Tengku Irwan Hasyim(Tengku Irwan Hasyim adalah Putra dari Tengku Hasyim, beristrikan Tengku Ina Nazli, walau dia juga pernah beristrikan seorang Swedia). Di sisi kiri Istana terdapat Kompleks Pusara Bangsawan Padang.
Masih terdapat beberapa rumah melayu lama di beberapa tempat di Kota Tebing Tinggi, seperti di daerah Bulian Ujung; sebuah Rumah berornamen melayu bekas kediaman Tengku Tokoh. Di Jl. Syech Baringin, terdapat Makam Tuan Syech Baringin, seorang Sufi yang disegani di wilayah ini pada masanya. Di kompleks makam Sang Sufi masih berdiri Bekas rumah kediamannya yang mirip Rumah Gadang Sumatera Barat. Sayang, Kondisinya sangat memprihatinkan Di Tebing Tinggi ada beberapa sungai yang berpantai pasir. Walau tanpa pengembangan lokasi-lokasi ini sering dijadikan tempat wisata lokal bagi masyarakat tempatan.
Di wilayah Sungai Sigiling dan Batu Ampat, ada terdapat kolam pemancingan dan kolam rekreasi yang dikelola atas swadaya masyarakat sendiri. Di kawasan Kota Bayu, lebih kurang 4 kilometer dari pusat Kota Tebing Tinggi, sejak April 2012 terdapat kolam renang Bayu Lagoon. Menyediakan fasilitas tiga kolam renang dimana salah satu kolam untuk anak-anak dilengkapi dengan papan seluncur. Tempat rekreasi ini juga dilengkapi musholla, lahan parkir, ATM, dan rumah makan. Pada Sabtu malam dan Rabu malam, pemuda pemudi banyak juga menghabiskan paruh malam di sekitar Lapangan Merdeka Jl. Sutomo yang dikenal dengan Lapangan Sri Mersing.
Ada sebuah keunikan pada malam-malam Hari Raya, Budaya berkeliling kota dengan beca bisa kita saksikan sebagai sebuah wisata muatan lokal. Sebuah beca bisa berisi 8 hingga 10 penumpang. Hutan beca sepanjang malam hari raya mempunyai kekhasan tersendiri. Antara penumpang beca satu dengan penumpang beca yang lain dibenarkan saling berlempar-lemparan air atau menembak dengan pistol air; tidak ada kemarahan. Entah kapan budaya ini bermulai, tetapi kebiasaan ini berlangsung setiap tahunnya.
Makanan khas
Lemang
Makanan dari kota Tebing Tinggi adalah Lemang. Lemang merupakan makanan dari beras ketan yang dimasak dalam seruas bambu, setelah sebelumnya digulung dengan selembar daun pisang. Gulungan daun bambu berisi tepung beras bercampur santan kelapa ini kemudian dimasukkan ke dalam seruas bambu lalu dibakar sampai matang di atas tungku panjang. Lemang lebih nikmat disantap hangat-hangat, dengan campuran selai bahkan durian.
Pusat penjualan lemang di Tebing Tinggi adalah di seruas jalan bernama Jl. KH Dahlan berseberangan dengan Masjid Raya Tebing Tinggi, masyarakat lebih mengenalnya sebagai Jalan Tjong A fie. Lemang yang paling terkenal adalah Lemang Batok. Lemang produksi kota Tebing Tinggi sangat terkenal lezat dan lemak. Karena kelezatannya itulah kota Tebing Tinggi juga dijuluki sebagai Kota Lemang.
Kue Kacang
Sejak sekitar tahun 2005 di Tebing Tinggi muncul makanan baru, yakni Kue Kacang (di kota lain disebut Bakpia). Kue kacang yang terkenal adalah kue kacang bermerek Rajawali, Beo dan Garuda. Kue kacang banyak dijual di terminal Pajak (Pasar) Mini Tebing Tinggi. Karena kelezatannya dan harga yang ekonomis, Kue Kacang mulai menjadi ikon baru kuliner Tebing Tinggi selain Lemang.
Halua
Halua merupakan manisan khas melayu. Halua bisa terbuat dari Buah Pepaya yang ditebuk atau dibuat anyaman yang disebut Buku Bemban, Pucuk Pohon Pepaya, Buah Paria, cabai, Meregat, Gelugur dan berbagai bahan lainnya. Meskipun tidak menjadi produksi bisnis, Halua akan tetap ada dalam upacara adat maupun lebaran.
Perumahan dan Pemukiman
Faktor Pendukung :
- Sebagai pusat hunian, pertumbuhan perumahan makin meningkat dari tahun ke tahun
- Berdirinya industri di kawasan sekitar Tebing Tinggi seperti Sei Rampah, Kampung Pon, Bandar Khalipah (Kabupaten Deli Serdang), Kuala Tanjung (Kabupaten Asahan), telah mendorong kebutuhan akan perumahan
- Masih tersedia lahan yang sesuai untuk dijadikan kawasan pemukiman baru.
Perumahan dan Pemukiman
Faktor Pendukung :
- Sebagai pusat hunian, pertumbuhan perumahan makin meningkat dari tahun ke tahun
- Berdirinya industri di kawasan sekitar Tebing Tinggi seperti Sei Rampah, Kampung Pon, Bandar Khalipah (Kabupaten Deli Serdang), Kuala Tanjung (Kabupaten Asahan), telah mendorong kebutuhan akan perumahan
- Masih tersedia lahan yang sesuai untuk dijadikan kawasan pemukiman baru.
Jaraknya yang relatif dekat dengan pantai dimana kegiatan usaha nelayan dan budidaya perikanan serta pertambangan membutuhkan berbagai ragam alat-alat pendukung, memberikan peluang untuk dapat berkembangnya usaha industri yang dapat menghasilkan alat-alat yang dibutuhkan Industri Bahan Bangunan
Faktor Pendukung :
- Seiring dengan pertumbuhan di bidang konstruksi untuk perumahan, peluang usaha di mana dihasilkan berbagai jenis bahan yang diperlukan untuk kegiatan pembangunan sangat menjanjikan
- Bahan baku pasir sungai yang sangat melimpah, dinilai sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan bangunan seperti genteng, batako, cone block, tegel dan sebagainya
Mitra Usaha dengan Pemerintah Daerah
Sejak awal tahun 80-an, Pemerintah Kota Tebing Tinggi banyak menjalin kerja sama dengan pihak swasta untuk memacu pembangunan kota. Beberapa di antaranya sudah berakhir ataupun mendekati akhir masa efektif perjanjiannya. Beberapa aset pemeritah daerah yang dapat diberdayakan melalui kemitraan antara lain :
- Pertokoan di Jalan A. Yani
- Pajak Senangin di Jalan Senangin
- Rumah sakit Herna di Jalan Veteran
- Beberapa bekas gedung sekolah memiliki nilai ekonomi tinggi di perkotaan
Jasa Kesehatan
Faktor Pendukung :
- Sebagai pusat pelayanan, Kota Tebing Tinggi telah memiliki berbagai sarana untuk pelayanan kesehatan
- Guna pelayanan kesehatan secara intensif masih dibutuhkan pengembangan berupa klinik spesialis
Pusat Rekreasi dan Hiburan
Faktor Pendukung :
- Keberadaan pusat-pusat rekreasi terutama untuk anak-anak dan remaja masih dirasakan kurang
- Investasi di bidang ini diyakini memiliki prospek yang cerah mengingat besarnya animo masyarakat
Sarana Dan Prasarana
Perhubungan Panjang jalan di Kota Tebing Tinggi pada tahun 2001 mencapai 172,05 Km yang terdiri dari jalan nasional (19,70 Km), jalan provinsi (12,96 Km) dan jalan lokal (139,39 Km). Sarana transportasi darat berupa 363 angkutan kota yang dikelola 8 perusahaan dengan 33 trayek, serta 193 angkutan pedesaan yang dikelola 5 perusahaan dengan 9 trayek.
Air Bersih
Penyediaan air bersih untuk keperluan masyarakat Kota Tebing Tinggi dikelola oleh PDAM Tirta Bulian. Pada tahun 2002 dengan kapasitas terpasang 100 liter/detik, air bersih yang disalurkan kepada konsumen mencapai 1.843.304 M3 dengan jaringan terpasang 161.913 untuk melayani 7.312 pelanggan. Guna penambahan kebutuhan air bersih untuk kota dan daerah di sekitarnya di masa mendatang keberadaan Sungai Padang yang ada di tengah kota dapat menjadi persediaan air baku.
Energi Listrik
Pelayanan listrik di Kota Tebing Tinggi dikelola oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) Ranting Tebing Tinggi yang melayanio semua kecamatan. Pada tahun 2000 jumlah pelanggan PLN Ranting Tebing Tinggi sebanyak 56.476 pelanggan dan pada tahun 2001 meningkat menjadi 59.437 pelanggan atau naik 5,24 %. Sedangkan pada tahun 2002 sampai dengan bulan Juli, jumlah pelanggan meningkat menjadi 60.795 pelanggan.
Pos dan Telekomunikasi
Jasa telekomunikasi telah mencakup 3 kecamatan, dimana pada tahun 2001 PT. Telkom Kandatel Tebing Tinggi memiliki kapasitas terpasang 6.862 SST dan pada tahun 2002 sampai bulan Juni menjadi 7.123 SST dari total kapasitas sentral sebesar 7.174 SST. Sedangkan fasilitas jasa pos telah mencakup seluruh kelurahan dengan kantor pelayanan berpusat di kecamatan. Pengembangan pelayanan jasa pos diarahkan dengan memanfaatkan teknologi maju seperli pelayanan surat elektronik, wesel elektronik, surat kilat (express mail service), pemasangan internet dan lainnya.
Pendidikan dan Kesehatan
Pada tahun 2000 fasilitas pendidikan yang ada meliputi 22 TK, 94 SD, 24 SLTP, 15 SMU, 13 SMK, 3 MI, 8 MTS, 5 MA. Sedangkan fasilitas kesehatan yang ada hingga tahun 2001 meliputi 1 rumah sakit umum daerah, 3 rumah sakit umum swasta, 5 puskesmas, 15 puskesmas pembantu, 2 rumah bersalin, 108 posyandu, 1 laboratorium klinik, 20 dokter umum, 14 dokter spesialis, 5 dokter gigi dan 8 apotik.
Perbankan
Pada tahun 2002 perusahaan perbankan yang beroperasi di Kota Tebing Tinggi meliputi Bank Sumut, BRI, BNI, Bank Mandiri, Bank Lippodan Bank Danamon, masing-masing sebanyak 1 buah.
Abdul Hafiz Hasibuan
The Major of Tebing Tinggi
Sebagai walikota, Ir. H. Abdul Hafiz Hasibuan menyadari betul akan tugas dan tanggung jawabnya. Menurutnya, apa yang dihasilkan saat memimpin Tebing Tinggi tidak saja bermanfaat sepanjang masa jabatannya saja, tetapi dapat dirasakan sampai generasi penerus. Hal ini diperlukan untuk menjamin berlangsungnya pembangunan daerah secara berkelanjutan. Ir. H. Abdul Hafiz Hasibuan dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 8 Mei 1951. Selepas menamatkan pendidikan SMA pada tahun 1969, beliau kemudian melanjutkan ke jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara (USU) hingga meraih gelar insinyur pada tahun 1978.
Sebelum dipercaya menjadi orang nomor satu di Tebing Tinggi untuk periode 2000 – 2005, beberapa jabatan yang pernah dipercayakan kepadanya, antara lain adalah sebagai Kepala Seksi Jalan/Jembatan Dinas PU Kabupaten Langkat (1982), Pj. Kepala Dinas PU Kota Tebing Tingg (1983), Pj. Kepala Dinas PU Kabupaten Langkat (1987), Kepala Dinas PU Kabupaten Labuhan Batu (1990). Konsentrasinya dalam melakukan pembinaan pada generasi mandatang tercermin dari berbagai penghargaan yang berhasil diterimanya. Pada tahun 2002, dalam upaya perlindungan terhadap anak dari kekurangan garam beryodium, suami dari Hj.Nuraisyah Siregar ini berhasil meraih penghargaan dari UNICEF (PBB). Besarnya perhatian pada pembinaan pemuda dan remaja membuahkan hasil berupa penghargaan KNPI Award dari KNPI Sumatera Utara (2003). Dalam pembinaan pendidikan, beliau berhasil mendapat penghargaan berupa Wiyata Mandala dari Gubernur Sumatera Utara (2002, 2003).
Tidak itu saja, selama 4 tahun menjadi Walikota Tebing Tinggi, bapak dari Riza Abdillah, M. Hazli Azhari, Indri Wahyuni, dan M. Harfiansyah ini telah banyak menerima berbagai tanda jasa dan penghargaan. Beberapa di antaranya adalah predikat Kota Hijau dari Menteri Lingkungan Hidup (2001), Manggala Karya Kencana dari Kepala BKKBN (2003), Bintang Dharna Bakti Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (2003), Tunggul Pajak Bumi dan Bangunan dari Gubernur Sumatera Utara (2001, 2002, 2003, 2004), predikat Perpustakaan Umum terbaik dari Gubernur Sumatera Utara (2003), Peniti Emas atas keberhasilan dalam pembangunan keagamaan
dari Menteri Agama (2004), dan menerima tanda kehormatan Satya Lencana Pembangunan dari Presiden RI pada tanggal 5 Agustus 2004, menerima tanda kehormatan Satya Lencana Karya Satya 20 Tahun dari Presiden RI pada tanggal 5 Agustus 2004, menerima Lencana Adiya Karya Mahatva Yudha Utama II dalam keberhasilan pembinaan karang taruna, serta menerima Manggala Karya Bakti Husada Arutala dari Menteri Kesehatan dalam bidang kesehatan. Meskipun telah menerima berbagai penghargaan, hal ini tidak menjadikan Ir. H. Abdul Hafiz Hasibuan berpuas diri. Dalam satu tahun sisa masa jabatannya saat ini, beliau tetap berkomitmen penuh untuk membangun Kota Tebing Tinggi di segala bidang. Untuk mempercepat jalannya pembangunan di wilayahnya, beliau aktif melakukan promosi menarik minat investor. Harapannya hanya satu, aktifitas penanaman modal harus mampu memberikan manfaat yang sebesar-besanya bagi kesejahteraan masyarakat Kota Tebing Tinggi.
Source : Wikipedia